Mungkin ada yang sedang mencari referensi asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis (batu empedu) atau membutuhkan jurnal mengenai kolelitiasis atau ingin melihat contoh makalah keperawatan, hari ini saya akan memposting mengenai asuhan keperawatan kolelitiasis disertai beberapa jurnal berbahasa Indonesia. Semoga Bermanfaat ^_^ V
ASUHAN KEPERAWATAN
KOLELITIASIS
DISUSUN
OLEH :
KHOIRUN NISA
1510711006
S.1 KEPERAWATAN
UPN “VETERAN” JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kolelitiasis” ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih
kepada Orang Tua kami, Ibu dan Bapak dosen S.1 Keperawatan UPN “Veteran”
Jakarta, dan kepada teman-teman mahasiswa S.1 Keperawatan yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Kami
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Kedepannya kami berusaha untuk memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangan
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Depok, 26 Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ……………………………………………………………………………i
Daftar
Isi …………………………………………………………………………………….ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ……………………………………………………………………………..1
1.2
Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………..1
1.3
Tujuan ……………………………………………………………………………………..2
1.3.1 Tujuan Umum ………………………………………………………………..........2
1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………………………………..2
1.4
Manfaat ……………………………………………………………………………………..2
BAB
II TEORI ……………………………………………………………………………..3
2.1
Pengertian ……………………………………………………………………………..3
2.2
Prevalensi ……………………………………………………………………………..3
2.3
Etiologi dan Faktor Risiko ……………………………………………………………..4
2.4
Klasifikasi ……………………………………………………………………………..5
2.4.1 Batu Kolesterol ……………………………………………………………………..5
2.4.2 Batu Campuran ……………………………………………………………………..5
2.4.3 Batu Pigmen ……………………………………………………………………..5
2.5
Manifestadi Klinik ……………………………………………………………………..5
2.6
Pemeriksaan Penunjang ……………………………………………………………………..6
2.7
Penatalaksanaan ……………………………………………………………………………..8
2.8
Komplikasi ……………………………………………………………………………10
BAB
III TINJAUAN KASUS ……………………………………………………………11
BAB
IV PENUTUP ……………………………………………………………………………16
3.1
Simpulan ……………………………………………………………………………………16
3.2
Saran ……………………………………………………………………………………16
Daftar
Pustaka ……………………………………………………………………………17
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit batu
empedu (kolelitiasis) saat ini menjadi masalah saluran cerna yang paling sering
terjadi di dunia. Menurut survei
komprehensif dari Living
Conditions of the People on Health and Welfare, jumlah kasus kolesistitis
akut yang merupakan salah satu komplikasi dari kolelitiasis meningkat dari 3,9
juta pada tahun 1979 menjadi lebih dari 10 juta pada tahun 1993. Diperkirakan
hampir mencapai 10% penduduk dunia memiliki batu kandung empedu. (Kimura, dkk.
2013). Tingginya jumlah penderita batu empedu di dunia dan juga tingginya
komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit kandung empedu, membuat kami memilih untuk membahas mengenai kolelitiasis ini.
Setiap tahunnya
beberapa ratus ribu penderita batu empedu menjalani pembedahan. Dua dari tiga
penderita batu empedu tidak mempunyai gejala atau keluhan terkait kondisi
kesehatannya (asimtomatik) dan yang berkembang menjadi nyeri kolik setiap
tahunnya hanya 1-4%. Sementara 12% pasien dengan gejala simtomatik batu empedu
sudah mengalami komplikasi, dan 50% pasien mengalami gejala nyeri kolik hebat.
Pada sekitar 80%
dari kasus batu empedu, komponen terbesar yang terkandung dalam batu empedu
adalah kolesterol. Biasanya batu tersebut juga mengandung kalsium karbonat,
fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang terdapat baru murni yang terdiri dari
satu komponen saja.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang saya angkat dalam makalah ini,
antara lain :
1.
Apa
definisi batu empedu atau kolelitiasis ?
2.
Bagaimana
asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis atau batu empedu ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.
Menjelaskan
definisi dan konsep kolelitiasis.
2.
Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Menjelaskan pengertian kolelitiasi.
2.
Menjelaskan
klasifikasi kolelitiasis
3.
Menjelaskan etiologi dan faktor risiko kolelitiasis.
4.
Menjelaskan manifestasi klinis kolelitiasis
5.
Menjelaskan
pemeriksaan penunjang kolelitiasis
6.
Menjelaskan penatalaksanaan kolelitiasis
7.
Menjelaskan
komplikasi kolelitiasis
8.
Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis
1.4 Manfaat
Menambah
pengetahuan dan wawasan khususnya mahasiswa keperawatan dan masyarakat umum
terkait konsep teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan kolelitiasis.
BAB
II
TEORI
2.1 PENGERTIAN
Batu empedu adalah
penyakit dengan keadaan dimana terdapat atau terbentuk batu empedu, bisa
terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam duktus choledochus
(choledocholithiasis). (Patrick C. D. Gagola, dkk. 2015).
Kolelitiasis adalah
penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu, atau pada kedua-duanya. (Jojorita Herlianna, dkk. 2011).
Kolelitiasis
(kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari
unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu; batu empedu memiliki ukuran,
bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Brunner and Suddarth.2013).
Jadi, batu empedu atau
kolelitiasis merupakan keadaan terdapat batu empedu dari unsur – unsur padat
yang membentuk cairan empedu, ditemukan didalam kandung empedu atau dalam
duktus koledokus. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat
lonjong seperti buah advokat yang terletak tepat di bawah lobus kanan hati.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
2.2 PREVALENSI
Batu kandung empedu
telah dikenal sejak ribuan tahun lalu dan pada abad ke 17 telah dicurigai
sebagai penyebab penyakit pada manusia. Di Amerika Serikat, terhitung lebih
dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan
angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki
di atas umur empat puluhan. Di Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan batu
empedu dan dilakukan lebih dari 50 ribu kolesistektomi tiap tahunnya.
(Beckingham,2001).
Penelitian pada
populasi Denmark menunjukkan tingkat insidens batu empedu selama 5 tahun untuk
pria pada 30, 40, 50, dan 60 tahun masing-masing merupakan 0.3%, 2.9%, 2.5%,
dan 3,3%, sementara untuk wanita merupakan 1,4%, 3,6%, 3,1% dan 3,7%.
Jing-Sen,dkk asal
China pada tahun 2001 dalam
penelitiannya mengatakan penggunaan kontrasepsi steroid yang mengandung
estrogen dan progesteron memengaruhi pembentukan batu empedu pada pasien wanita
dengan usia 20 – 44 tahun.
Insiden penyakit
batu empedu dan penyakit saluran empedu lainnya di Indonesia diduga tidak
berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara. Penelitian di
Jakarta (2009) pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu
kolesterol pada 27% pasien (Divisi Hepatology, Departemen IPD, FKUI/RSCM
Jakarta, 2009).
2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Etiologi batu
empedu masih belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi, tampaknya faktor
predisposisi terpenting adalah gangguan metabolism yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu dan infeksi kandung empedu. Ada teori
yang menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di
kandung empedu. setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami
supersaturasi menjadi mengkristal dan membentuk batu. (Williams.2003)
Beberapa faktor
risiko yang sering ditemui pada kolelitiasis dikenal dengan “6F” (Fat, Female, Forty, Fair, Fertile, Family
history). Beberapa studi menunjukkan bahwa prevalensi meningkat seiring
bertambahnya usia. Perempuan memiliki risioko lebih besar daripada laki-laki,
dimana didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi pada perempuan. Faktor
risiko lain adalah obesitas, diabetes, riwayat keluarga, paritas, merokok dan
alcohol.(Suzanna, dkk. 2014)
2.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan
komposisi kimia yang terkandung dalam batu. (David, dkk. 2015)
2.4.1 Batu
kolesterol (mengandung kolesterol >50%)
Kandungan:
minimal 70% kolesterol, dan sisanya
adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat.
Bentuk: lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen.
Karakteristik: Terbentuk
hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel.
Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang
seperti buah murbei.
Penyebab : Batu
Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi.
Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam
kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu.
Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang
sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses
pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.
2.4.2 Batu campuran (mengandung kolesterol 20-50%)
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%)
dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium.
Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
2.4.3 Batu
pigmen (mengandung kolesterol <20%)
Bentuk: tidak banyak bervariasi.
Karakteristik:
Sering ditemukan berbentuk
tidak teratur, kecilkecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara
coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang
rapuh. Warna kehitaman menunjukkan adanya kandungan kalsium bilirubinat.
Penyebab: Batu pigmen
terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yangsukar larut
dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
Secara Makroskopik
:
a.
Batu
Kolesterol : soliter, berbentuk oval, permukaan bergranulasi, berwarna putih
kekuningan, dan bila dipotong berbentuk kristal.
b.
Batu
pigmen : multipel, kecil, berwarna hitam, berbentuk seperti mulberry,
dan bila dipotong lunak dan hitam.
c.
Batu
campuran : multipel, bersudut banyak, ukuran bervariasi, serta bila dipotong
terdapat lapisan pigmen gelap dan lapisan putih pucat.
d.
Batu
kombinasi : soliter, besar dan licin, serta bila dipotong terdapat inti sentral
dari batu dengan campuran pada cangkang luarnya.
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Penyakit batu
empedu dapat terjadi simtomatik dan asimtomatik. Batu empedu bisa terjadi
secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala
gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan
pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang
tidak berhubungan sama sekali. Keluhan klinis yang sering
ditemukan adalah nyeri pada perut kanan atas, nyeri epigastrum, demam, ikterus,
mual dan muntah.
Menurut Buku Ajar
Keperawatan MedikaL Bedah Brunner & Suddarth, manifestasi klinik
kolelitiasis :
a.
Nyeri
dan Kolik Biler
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita
panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
b.
Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit
kandung empedu dengan presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi
duktus koledokus.
c.
Perubahan
Warna Urin dan Feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat empedu
oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi
diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut
“ clay-colored “.
d.
Defisiensi
Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin
A, D, E dan K yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat memperlihatkan gejala
defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Difisensi
vitamin K dapat mengganggu pembentukan darah yang normal.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
USG
Merupakan pemeriksaan standar untuk menegakkan diagnosa cholelithiasis.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang
paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung
empedunya berada dalam keadan distensi. Sonogram dapat mendeteksi batu dan
menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.
2.
Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan
bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke
kandung empedu yang mengalami obstruksi.
Pemeriksaan Laboratorium
·
Kenaikan
serum kolesterol
·
Kenaikan
fosfolipid
·
Penurunan
ester kolesterol
·
Kenaikan
protrombin serum time
·
Kenaikan
bilirubin total, transaminase (Normal< 0,4mg/dl)
·
Penurunan
urobilirubin
·
Peningkatan
sel darah putih(Normal : 5000 - 10.000/iu)
·
Peningkatan
serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama
(Normal: 17 - 115 unit/100ml)
2.7 PENATALAKSANAAN
2.7.1 PENATALAKSANAAN
NON BEDAH
A.
Penatalaksanaan
pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien – pasien inflamasi akut
kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastric,
analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut
mereda dan evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi
pasien memburuk (Smelzer, SC dan Bare, BG. 2002).
Manajemen terapi :
1.
Diet
rendah lemak, tinggi protein.
2.
Pemasangan
pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3.
Observasi
keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
4.
Dipasang
infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5.
Pemberian
antibiotic sistemik dan vitamin K (antikoagulopati).
B.
Disolusi
Medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghacuran batu dengan pemberian obat-obatan
oral. Ursodeoxycholic acid lebih
dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic
karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransferase dan hiperkolestrolemia.
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada
60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan
mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 305 tahun setelah terapi. Disolusi
medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terpi nonoperatif daintaranya batu
kolesterol diameternya < 20 mm, batu duktus sistik paten. Pada anak-anak
terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk
menjalani operasi.
C.
Disolusi
Kontak
Terapi contac
dissolution adalah cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukkan sautu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter
perkutaneus melalui hepar atau
alternative lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini
dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan bersifat iritan
terhadap mukosa, dapat terjadi sedasi ringan dan kekambuhan terbentuknya batu
empedu dikemudian hari.
D.
Litotripsi
Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut
berulang (Repeated Shock Wave) yang
diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa fragmen. (Smeltzer, SC dan Bare,
BG. 2002)
2.7.2 PENATALAKSANAAN BEDAH
1.
Kolisitektomi
terbuka
Operasi ini merupakan salah satu cara penanganan pasien
dengan kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut
2.
Kolisistektomi
Laparaskopi
Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil
(2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal. Indikasi pembedahan adalah:
·
Simptomatik
·
Keluhan
bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. atau
·
Diameter
batu > 2 cm.
2.8 KOMPLIKASI
2.8.1 KOLESISTITIS
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu yang
disebabkan oleh sumbatan batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan
kandung empedu
2.8.2 KOLANGITIS
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu. Jika
batu yang menyumbat melukai/menembus dinding saluran empedu, maka dapat
menyebabkan peradangan hebat di saluran empedu (kolangitis). Akibatnya,bakteri
akan tumbuh dan menimbulkan infeksi di dalam saluran. Infeksi dapat disebabkan
kuman yang berasal dari makanan. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus.
Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus.
2.8.3 PANKREATITIS
AKUT
Pankreatitis akut merupakan salah satu risiko yang
berbahaya jika batu empedu masuk dan menghambat saluran pankreas. Peradangan
pankreas ini akan menyebabkan sakit perut yang akan terus bertambah parah.
2.8.4 EMPIEMA
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini
dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
Ny. T 45 th dirawat di rumah sakit sejak 2
hari yang lalu karena mengeluh Nyeri di bagian kanan atas perutnya dan menjalar
ke punggung. Nyeri perut yang dirasakan mengganggu aktivitas. Nyeri hilang
timbul. Nyeri muncul secara tiba – tiba, mulanya pada saat beraktivitas.
Keluhan dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Klien merasa mual, pusing. Klien sering makan makanan yang
berlemak, pedas dan minum kopi. Dari
hasil pengkajian didapatkan data kulit tampak
icterus, Urine dan feses tampak kelabu. Hasil
pemeriksaan dengan USG ditemukan batu berdiameter 2 cm. TD 110/60 mmH, N 80
kali/menit. RR 20 kali/menit. S: 38.5 derajat Celcius. Palpasi : nyeri tekan
pada regio abdomen kanan atas, lumbal dextra .
Hasil pemeriksaan juga didapatkan prothrombin
serum ↑ (20 second) dan SGOT: 55u/L, SGPT: 45u/L ↑, Bilirubin total
meningkat (1.9 mg/dl). Klien
direncanakan untuk dilakukan laparotomi.
ANALISA
DATA
Data Subjektif
|
Data Objektif
|
||
1. Klien mengeluh Nyeri:
P: Nyeri muncul secara tiba – tiba,
mulanya pada saat beraktivitas
Q: Seperti ditusuk-tusuk
R: di bagian kanan atas perut dan menjalar ke punggung
S: 7/10
T: Hilang timbul sejak 4 bulan yang lalu
2. Klien mengatakan Nyeri yang
dirasakan mengganggu aktivitas
3. Klien mengatakan mual, pusing, dan muntah
4. Klien mengatakan sering
makan makanan yang berlemak, pedas dan minum kopi.
5.
Klien mengatakan kurang minat terhadap makanan
6.
Klien mengatakan badanya terasa panas
7.
Klien mengatakan akhir-akhir ini warna kulitnya berubah
|
1.
Kulit tampak icterus
2.
Urine dan feses tampak kelabu
3.
Klien terlihat sesekali meringis kesakitan
4.
Hasil pemeriksaan dengan USG ditemukan batu berdiameter
2 cm.
5.
Makan pagi klien tidak habis
6.
Klien terlihat muntah 1x
7.
TTV:
TD: 110/60 mmHg
N:
80 kali/menit
RR: 20 kali/menit
S: 38.5 derajat Celcius
8.
Palpasi: Nyeri tekan pada abdomen regio kanan
atas, lumbal dextra
9.
Hasil pemeriksaan:
Prothrombin serum ↑
(20 second)
SGOT: 55u/L, SGPT:
45u/L
Lab: bilirubin total meningkat (1.9 mg/dl)
10. Klien direncanakan
untuk dilakukan laparotomi
|
||
Data
|
Masalah
|
Etiologi
|
|
DS:
·
Klien mengeluh Nyeri:
P: Nyeri muncul secara tiba – tiba,
mulanya pada saat beraktivitas
Q: Seperti ditusuk-tusuk
R: di bagian kanan atas perut dan menjalar ke punggung
S: 7/10
T: Hilang timbul sejak 4 bulan yang lalu
DO:
·
Klien terlihat sesekali meringis kesakitan
·
Hasil pemeriksaan dengan USG ditemukan batu berdiameter
2 cm.
Lab: Prothrombin serum ↑ (20 second)
SGOT: 55u/L, SGPT:
45u/L
|
Nyeri kronis (00132)
|
Agens pencedera
|
|
DS:
·
Klien mengeluh mual, pusing, dan muntah
·
Klien mengatakan badanya terasa panas
DO:
·
Kulit teraba hangat
·
T: 38.5 derajat celcius
Prothrombin serum ↑
(20 second)
SGOT: 55u/L, SGPT:
45u/L
·
Hasil USG: Batu berdiameter 2 cm
|
Hipertermi
|
Trauma
|
|
DS:
·
Klien mengatakan mual, pusing, dan muntah
·
Klien mengatakan kurang minat terhadap makanan
DO:
·
Klien terlihat muntah 1x
·
Makan pagi klien tidak habis
|
Resiko deficit nutrisi
|
Ketidakmampuan mencerna makanan
|
|
No
|
Diagnosa
|
1.
|
Nyeri kronis
b.d pasca trauma
|
2.
|
Hipertermi
b.d Trauma
|
3.
|
Resiko
deficit nutrisi d.d Ketidakmampuan mencerna makanan
|
INTERVENSI
No
|
Diagnosa
|
Tujuan &
KH
|
Intervensi
|
1.
|
Nyeri kronis
b.d pasca trauma
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, masalah nyeri dapat
terkontrol. Dengan kriteria hasil :
1.
Nyeri klien berkurang dan terkontrol
2.
Klien tidak tampak meringis kesakitan
3.
TTV dalam batas normal :
·
TD : 100-120/80-90mmHg
·
T : 36,5-37,50C
·
HR : 60-100x/mnt
·
RR : 16-24x/mnt
|
Manajemen
nyeri (1400)
1.
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2.
Gali bersama pasien mengenai faktor-faktor yang dapat meringankan atau
memperberat nyeri
3.
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
4.
Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (seperti relaksasi, terapi
musik, terapi aktivitas
5.
Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri
6.
Kolaborasi :Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
|
2.
|
Hipertermi bd
Trauma
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 masalah hipertermi dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
1.
Suhu berada dalam Batasan normal (36,5-37,5o C)
2.
Kulit teraba normal (tidak panas)
3.
Pasien tidak merasa pusing
|
Perawatan
demam (3740)
1.
Monitor TTV
2.
Observasi warna kulit dan suhu
3.
Dorong pasien untuk mengkonsumsi cairan yang cukup
4.
Mandikan atau kompres pasien dengan air hangat
5.
Kolaborasi:
a.
Antipiretik
b.
Cairan IV
c.
O2
|
3.
|
Resiko
deficit nutrisi dd. Ketidakmampuan mencerna makanan
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam deficit nutrisi pada klien
tidak terjadi dengan KH:
1.
Pasien tidak mual, pusing, muntah
2.
Minat klien terhapad makanan meningkat
3.
Makanan habis sesuai dengan porsi yang diberikan
|
Manajemen
Nutrisi (1100)
1.
Tentukan status gizi pasien dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gizi
2.
Monitor Berat badan klien
3.
Pertahankan asupan nutrisi yang adekuat
4.
Ciptakan lingkungan yang ooptimal pada saat mengkonsumsi makanan
5.
Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk pemilihan diet
|
BAB
IV
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Batu empedu atau
kolelitiasis merupakan keadaan terdapat batu empedu dari unsur – unsur padat
yang membentuk cairan empedu, ditemukan didalam kandung empedu atau dalam
duktus koledokus. Penyebab batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya, akan
tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme
yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu dan
infeksi kandung empedu. penatalaksanaan dari kolelitiasis dapat dilakukan
dengan pembedahan maupun non pembedahan serta menjalani diet rendah lemak,
tinggi protein, dan tinggi kalori. Asuhan keperawatan yang baik diperlukan
dalam penatalaksanaan kolelitiasis, sehingga dapat membantu klien untuk
memaksimalkan fungsi hidupnya kembali serta dapat memandirikan klien untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya.
3.2 SARAN
Setelah penyusunan
makalah ini, Kami
selaku penyusun mengharapkan kepada mahasiswa keperawatan pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit
kolelitiasis dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang terbaik kepada klien
dengan kolelitiasis. Melalui tindakan dan asuhan keperawatan yang preventif,
diharapkan angka kesakitan dan komlikasi dari kolelitiasis dapat berkurang. Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan maklah ini,
Kami berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Smeltzer, SC dan
Bare, BG. 2013. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jojorita HG, dkk.,
2011. Karakteristik Penderita Kolelitiasis yang Dirawat Inap di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan pada Tahun 2010 – 2011. Medan : Universitas Sumatera
Utara.
Suzanna Ndraha,
dkk., 2014. Profil Kolelitiasis pada
Hasil Ultrasonografi di Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Jakarta : Jurnal
Kedokteran Meditel Vol. 20 No. 53, Mei-Agust 2014.
Patrick CDG, dkk., 2015.
Gambaran Ultrasonografi Batu Empedu pada
Pria & Wanita di Bagian Radiologi FK UNSRAT BLU RSUP PROF. DR. R. D. Kandou
Manado Periode Oktober 2012 – Oktober 2014. Manado : Jurnal e-Clinic ( eCI
), Vol.3 No.1, Januari – April 2015.
David SK, dkk.,
2015. Hubungan Antara Jenis Batu dan Perubahan
Mukosa Kandung Empedu pada Pasien Batu Kandung Empedu. Manado : Jurnal
Biomedik (JBM), Vol.7 No. 3, Suplemen, November 2015, hlm. S41-47.